Selasa, 01 Juni 2010

Memotivasi dan Mengatasi Lemah Semangat

Bagaimana kita memotivasi dan mengatasi lemah semangat dalam kehidupan kita. Tentunya kita pernah mengalami lemah semangat dan kurang bersemangat dalam melaksanakan tugas atau menjalakn akitifitas kita. Berikut ini kami sajikan beberapa tips untuk mengatasi lemah semangat:
1. Cari Manfaat Perbuatan tersebut Untuk Anda.
Bagaimana agar kita selalu bersemangat dalam bekerja? Cari manfaat pekerjaan tersebut untuk anda. Landasi pekerjaan yang anda kerjakan dengan penuh kecintaan. Kadang kita perlu menanyakan pada diri kita sendiri. Apakah manfaat pekerjaan itu bagi saya? Luangkan waktu barang sejenak untuk merenung apa manfaat dari pekerjaan yang kita kerjakan. Cari manfaat sebanyak-banyakny dari pekerjaan atau aktifitas yang kita kerjakan maka semakin banyak manfaat yang kita peroleh maka kita akan semakin termotivasi untuk melakukannya dengan baik.



Tapi ingat! Manfaat yang perlu anda cari sebaiknya manfaat yang langsung berguna untuk diri anda sendiri. Boleh saja mencari manfaat yang berguna bagi orang lain, tapi biasa motivasinya kecil.
2. Inventarisir dampak Negatifnya.
Selain dengan mencatat manfaatnya, catat juga kerugian yang kita terima jika kita tidak mengerjakannya. Dalam mencari dampak negatif jangan hanya bertumpu pada jagka pendek tapi jangka panjang juga. Bersambung.................

Kamis, 13 Mei 2010

Sistem Perbankan Syariah: Langkah Awal Membuka Lembaran Baru


Sistem Perbankan Syariah: Langkah Awal Membuka Lembaran Baru
Oleh: Daniel Rusyad Hamdani

A.    Pendahuluan

{ Wahai anak Adam pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan} Q.S Al-A’raaf: 31
Sederhana bukan berarti miskin, tetapi sesuai dengan kebutuhan[1]. Bukankah hidup hemat itu indah? Ingatlah  tangisan nun jauh di utara barat Indonesia sana. Komunitas muslimin mahligai tubuh manusia, tatkala salah satu organ terluka, maka seluruh jasad akan merasakannya. Maka, pantaskah kita tertawa disaat tangan kita terluka? Lantas, apakah tindakan kita? Cukupkah dengan berhemat menjadi balutan luka saudara kita? Sudahkah sistem ekonomi kita memberi nilai positif bagi kita?

B.     Ekonomi dalam Perspektif Islam

Dalam bahasa Arab, ekonomi bermakna Iqtishad. Asal kata Iqtishad adalah qashada, yang berarti berhemat. Sedangkan destinasi daripadanya –dalam kacamata Islam- adalah meningkatkan taraf kesejahteraan umat.[2]  Definisi tadi  memberikan gambaran tentang kuatnya keterkaitan antara ekonomi dan hemat. Bahkan kita memahami barang ekonomis sebagai barang yang murah alias harga terjangkau. Berhemat bukan berarti miskin, substansi dari hemat adalah hidup bersahaja. Dalam suatu case penyair Arab  berkata: ماعال من اقتصد     “Seseorang yang hemat tak akan pernah mengemis”[3], begitulah Allah sangat membenci pemborosan, karena setiap individu harus mempersiapkan hari esok dan seterusnya. Ada beberapa perspektif untuk bisa berhemat, dan cara terampuh adalah dengan menabung. Dalam Oxford Advanced Learners Dictionary menabung atau save memiliki arti menyimpan dan mengamankan uang dari kejahatan, dan kehilangan untuk digunakan dikemudian hari. Itulah yang menyebabkan eksistensi bank- dalam bahasa Perancis disebut banque berarti berangkas- penting, demi terwujudnya definisi tadi. Namun, apakah semua bank itu sama? Apakah semua orang boleh menabung di bank yang ia suka?

C.    Right System at the Right Place for the Right People

Siang yang panas dengan sengatan matahari, akan kembali redup setelah datang sang rembulan. Makanan yang lezatpun tak akan bertahan lama hingga dimakan waktu  kadaluarsa. Begitulah Sang Rahman menciptakan segala sesuatu berpasangan. Sebagaimana Dia menciptakan suatu sistem yang komprehensif dan universal yaitu Islam,  namun sebagian manusia tetap saja dikendalikan hawa nafsunya. Sistem perbankan yang telah lama diterapkan di Indonesia benar-benar keropos. Sistem yang sering disebut sistem konvensional itu tidak tahan negative spread dan moral hazard, bahkan sisten itu buta dan tak kenal dimensi. Hal ini dapat dibuktikan dengan hutang Indonesia  dan harga kebutuhan primer yang bersama-sama naik ke puncak gunung, disamping pengangguran terus meningkat. Sistem yang be-riba itu telah membunuh harapan seorang ahli tak berharta, Walaupun berharta toh ia takut tak mampu membayar pinjamannya yang berbunga. Mengapa hal ini harus terjadi? Padahal kita adalah Muslim yang notabenenya telah memiliki UU transendent yaitu Al-Qurán-sebagai kitab penyempurna kitab-kitab sebelumnya- yang tridak menghalalkan sedikitpun riba. {Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagiaan yang lain? Tiadalah balasan bagi yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat} Q.S Al-Baqarah: 85.
Dalam kaca mata Islam, harta adalah hal yang sangat sensitif. Sang Khalik tidak hanya menanyakan bagaimana anak adam mendapatkannya. Bahkan Ia akan melihat bagaimana mereka memakainya. Perkara ini tersirat dalam sabda nabi: {الخراج بالضمان} ‘”Setiap output (dari suatu investasi) harus didasari responsibilitas”. Begitulah Syariat Ilahy yang sesuai dengan masyarakat madani. Sebagaimana yang telah disampaikan Budi Wisakseno bahwa mengaplikasikan sistem ini adalah rasional, walaupun diawali dengan emosi.
menutup lembaran merah kita, dan membuka lembaran baru yaitu sistem perbankan Islami. laa haula walaa quwata illaa billah


D.  Welcome 2nd Islamic Renaissance in Indonesia
Perkembangan bank-bank Islam di Indonesia sudah menunjukan hasil yang signifikan. Hal ini dilihat dari pertumbuhannya selang fase pertama,  ketika ditetapkannya UU no.7 tahun1992 tentang keberadaan bank dengan asas bagi hasil di Indonesia. Pada saat itu terlahirlah BMI Bank Muamalat Indonesia. Fase kedua dimulai setelah UU no.7 tahun 1992 tersebut diganti dengan UU no.10 tahun 1998 yang lebih spesifik menunjukkan keislamannya. 7 bank Islam terlahir  pada even yang sama. Hingga akhirnya, fase ketiga terjadi setelah MUI mempertegas pengharaman bunga bank, saat itu 20 bank syarí appear dan menjadi sorotan masa[4].
Pertumbuhan bank-bank Islami meroket secepat kilat, bahkan hal ini melebihi prediksi para pakar ekonomi. Pada tahun 2004, Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia DPS BI mencatat bahwa  pertumbuhan Perbankan Sistem Syariah berkisar antara 80-90% dengan total aset pada akhir 2003 sebesar Rp 7.8 triliun meningkat melebihi prediksi sebelumnya menjadi Rp 14.19 triliun pada 2004. Hal senada disampaikan oleh Muhammad Rizal Ismail- Dewan Pengawas Nasional Majelis Ulama Pusat, “Hal ini terlihat dari jumlah bank syariah yang meningkat pada 2004 mencapai 60 perusahaan dengan total dana yang dihimpun  sebanyak Rp 11 triliun dibanding 2003 yang hanya 38 perusahaan dengan dana sebesar Rp 4 triliun,” imbuhnya. Diperkirakan total aset bank syariah yang hanya 1% dari seluruh aset bank di Indonesia akan terus meningkat setiap tahunnya. Hal inidapat dibuktikan dengan tokoh-tokoh masyarakat yang kian hari kian banyak yang mendaftar menjadi nasabah ataupun mitra usaha bank-bank non-riba itu sehingga masyarakat semakin percaya  besar, disamping pemerintah yang siap all out mendorong dari belakang. Bahkan komisi VI DPR siap menetapkan UU ad hoc mengenai sistem perbankan islami. Amin

D.    Q2

Ketika Eropa gelap gulita oleh buaian malam yang hening. Saat itu semenanjung Arab telah terang benerang dengan ilmu pengetahuan dibawah pemerintahan Abbasiyah. Khalifah Al-Makmun sangat menekankan pentingnya arti ilmu dan aplikasinya karena dengan dua hal itulah keimanan seseorang dinilai. Rakyat hidup damai dan tentram walaupun ada saja perkara yang terjadi.
Ketika Isabella dan Ferdinand berdiri di singgasana kerajaaan Inggeris pada tahun 1947, Para Yahudi tak habisnya mereka invasi. Sama halnya dengan muslimin yang mereka habisi tanpa kompromi. Subhaanallah. Settlement para yahudi saat itu adalah Turki- negara yang pada saat itu bernafaskan Islam. Islam yang mereka anut tidak pernah mereka marginalkan dari seluruh aspek kehidupan. Baik itu secara vertikal maupun horizontal. Bagaimana tidak? Hanya Islamlah yang mengutamakan nilai kedilan, kejujuran, dan kebersamaan. {Dan demiakanlah (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas (perbuatan) kamu}[5] Demikianlah nilai-nilai Islam adalah nilai-nilai median “Q2”. 
Dalam perbankan sendiri, hunbungan antara peminjam maupun pemberi dana adalah mitra usaha. Sehingga keduanya dapat saling meninjau dan memotivasi akan kebenaran dan kesabaran. Sistem yang diterapkan didalamnya adalah sistem Ilahy, yang jelas-jelas mengharamkan kecurangan dan ketidak seimbangan. Sehingga Distibusi dan Produksi didalamnya bersifat real dan terhindar dari moral hazard.

E.     Alien Pembawa Fortuna

Sistem bank islami masih asing di mata masyarakat Indonesia. Eksistensinya masih seperti alien yang turun dari mars. Hal ini terjadi karena  kurangnya sosialisasi dan dana. Dibutuhkan Teknologi Informasi yang mutakhir demi kelancaran masyarakar dalam mengakses transaksi. Dan TI tersebut adalah sesuatu yang nihil tanpa biaya yang memadai. Insya Allah, semua ini akan terwujud jika pemerintah all out mendorong dari belakang dan kepercayaan masyarakat yang tak kunjung padam. Istilah-istilah dalam dunia perbankan islami menurut Shofyan Djalil-menteri teknologi dan informasi- perlu diganti. Karena istilah-istilah itu kurang difahami di mata masyarakat. Jangan sampai rakyat kecil terjebak dalam collerative hanya karena ketidakpahaman istilah-istilah yang digunakan .

F.     Kebangkitan Sang Raksasa

Setelah mengenal Islam sebagai rahmat seluruh alam maka seluruh sistem yang tersirat dalam fondasinya Al-Qur’an bukan lagi alien yang tak dikenal. Setelah tiga fase kehadiran perbankan islami di ibu pertiwi muncul, tibalah saatnya fase ke-empat , yaitu fase pertumbuhan atau perkembangan.
Para praktisi dan pengamat perbankan islami tak mengenal titik dalam mempredisikan laju asset dan pangsa bank yang tahan negative spread itu. Dengan volume yang mencapai Rp.14,19 triliun pada 2004 atau sekitar 1,1 persen dari seluruh total aset perbankan Indonesia yang berkisar pada Rp. 1.218 triliun diprediksikan akan terus melaju pesat hingga level 1,85 persen atau sekitar Rp. 24 triliun akhir 2005.
Perkembangan bank-bank islami seantero Indonesia bagaikan bintang-bintang yang berteberan di langit. Hal ini termonitori dengan Bank Syariah Mandiri (BSM) yang menjadi patron bagi rakyat Aceh yang tertimpa bencana, belum lagi bank yang dinobatkan sebagai The Most Growth Couvarage Area oleh Karim Business Consulting 2004 ini telah memiliki 138 kantor layanan yang tersebar di 21 provinsi. Kendati awalnya hanya mempunyai 8 outlet pada awal 11 November 1999. Hal ini semakin tajam pasca Bank Syariah Bangka yang pendapatannya terus meningkat drastis. Dalam usianya yang ke-2,5 tahun saja, bank yang berkantor pusat di Sungailiat itu telah mengantongi keuntungan Rp. 437 juta.
Bintang-bintang tidak hanya bersinar di ufuk barat  saja. begitu pula dengan eksistensi bank-bank syariah di Indonesia. Arrival bank-bank syariah di Indonesia timur hampir diterima seluruhnya oleh elemen masyarakat. Di Sorong misalnya, kendati komunitas muslim disana hanya 40 persen bank syariah tetap menjadi idola. Sebagaimana halnya di Palu, Manado, dan daerah lainnya. Bahkan di Manado yang notabenenya  mayoritas penduduk adalah nonmuslim, bank syariah disambut dengan meriah bagaikan oase yang ditunggu-tunggu oleh para pengembara di hamparan Sahara. Hingga saat inipun bank-bank yang menawarkan produk-produk berlabel halal menjamur di berbagai daerah seperti Sorong, Palu, Ambon dan lain sebagainya, sekalipun muslim disana adalah minoritas.
Pertumbuhan perbankan islami di ibu pertiwi ini tidak hanya sebatas kuantitas saja, lebih dari itu kualitasnya pun terus ditingkatkan. Sesuai dengan yang telah termaktub di muka bahwa nilai-nilai Islam selalu menjaga balance dalam segala aspek.  Return on asset ’ROA’ BNI Syariah cukup menjadi bukti atas peningkatan kualitas perbankan non-negative spread itu. Dalam jangka satu tahun saja BNI Syariah menghasilkan 3,58 persen pada Juni 2003 dan 3,67 persen pada Juni 2004. Disamping itu BRI Syariah lebih mempertajam bukti peningkatan kualitas dengan biaya operasional yang lebih kecil dari pendapatan operasi dan beberapa bank lagi yang berpretasi.

G.    Konklusi

Sang alien telah tiada dan tangan fortunanya telah terasa menyejukkan jiwa. Saatnya kita menghentikan sistem yang sudah jelas madhorotnya. Mari kita tutup lembaran-lembaran penuh riba dengan tidak memarginalkan agama dari sektor perbankan.  Opini Riawan Amin tak diragukan lagi, pintu-pintu mukhasash atau keringanan  telah tertutup rapat. Bank-bank syariah telah mengglobal di nusantara. Sungguh tak diragukan apa yang telah Pencipta janjikan bahwa akan ada masa yang didalamnya harta benar-benar dimintai pertanggungjawaban. Dari manakah manusia dapatkan? Dan dimana mereka investasikan?. Wallahu a’lam bissawab















Referensi

  • Al-Quranu-l-Karum
  • Maliki Abdurrahman, Politik Ekonomi Islam, (Bangil: Al-Izzah Press, 2001)
  • Syahatah Husein, Adhubat Syari’yah Littamal fii syuq Arrouq Maaliyah, (Kairo, 2001)
  • Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Islam (Yogyakarta: UII Press 2000)
  • Warta Harian Republika


[1] Disampaikan oleh K.H Syukri Zarkasyi M.A Pimpinan PM. Gontor dalam Khutbatu-l-Arsy 2004
[2] Subakir Imam, Tarikh Al-Hadlarah Al-Islamiyah, (Gontor: Darussalam Press, 2001), h.33
[3] Ibid.
[4] Republika
[5] Q.S Al-Baqarah :143

Selasa, 04 Mei 2010

Metode Dan Pendekatan Dalam Ilmu Perbandingan Agama

Pendahuluan
Manusia sebagai makhluk Allah selalu menghadapi banyak tantangan. Kemajuan serta eksistensi manusia itu sendiri sangat bergantung kepada tekad manusia untuk menjawab tantangan dan kesanggupan manusia untuk memecahkan masalah yang kompleks dalam hidupnya. Penelitian memegang peranan penting dalam membantu manusia untuk memperoleh pengetahuan baru dalam membantu manusia untuk memperoleh pengetahuan baru dalam memecahkan masalah. Penelitian akan menambah ragam pengetahuan lama dalam memecahkan masalah.
Kerja memecahkan masalah akan sangat berbeda antara seorang ilmuwan dan seorang awam. Seorang ilmuwan selalu menempatkan logika serta menghindarkan diri dari pertimbangan subjektif. Sebaliknnya bagi orang awam, kerja memecahkan masalah dilandasi oleh campuran pandangan perorangan ataupun dengan apa yang dianggap masuk akal oleh banyak orang.

Dalam meneliti, seorang ilmuwan dapat saja mempunyai teknik, pendekatan ataupun cara yang berbeda dengan seorang ilmuwan lainnya. Tetapi kedua ilmuwan tersebut tetap mempunyai satu falsafah yang sama dalam memecahkan masalah, yaitu menggunakan metode ilmuwan dalam meneliti. Seperti diketahui, ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh suatu interelasi yang sistematis dari fakta-fakta. Metode ilmiah adalah suatu pengejaran (pursuit) dari ideal ilmu itu.
Sebagai penelitian terhadap bebagai agama, penelitan perbandingan agama masih menghadapi persoalan metodologis. Artinya bagaimana standar-standar yang digunanakan dalam mengukur variabel-variabelnya belum ditemukan formulasi yang disepakati para ahli perbandingan agama. Namun demikian metodologi bagi penelitian ini tetap sangat dibutuhkan para peneliti dan pengkajinya.
Dalam melakukan analisis data penelitian perbandingan agama dapat digunakan tiga metode.
Pertama, simetris, dalam hal ini seorang peneliti melakukan perbandingan setelah masing-masing konsep, ajaran, pandangan, atau realitas diuraikan secara lengkap. Dalam hal ini harus ada penegasan mengenai hal yang dibandingkan apakah penampakan yang kongkrit atau sampai pada dasar-dasar ajaran agama.
Kedua, asimetris, yaitu analisis yang dimulai dengan menguraikan ajaran, konsep-konsep dan pandangan pertama, kemudian sambil memberikan deskripsi tentang ajaran, konsep-konsep dan pandangan kedua, langsung dibuat perbandingan dengan agama yang pertama diuraikan.
Ketiga, perbandingan segitiga, yaitu suatu analisis perbandingan dengan membandingkan ajaran, konsep, dan pandangan ketiga yang mungkin lebih lengkap dan melakukan tinjauan dari sudut lain. Dengan demikian akan jelas apa yang dimaksud dengan dua yang sedang dibandingkan.
Bentuk-bentuk penelitian serta klasifikasi metode penelitian dapat dibedakan berdasarkan tujuan penelitian, jenis data yang dikumpulkan, serta sumber data. Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, penelitian dapat dibedakan menjadi: (a) eksploratif, (b) deskriptif, (c) historis, (d) kerelasional, (e) eksperimen, (f) kuasi-eksperimen. Berdasarkan sumber data, penelitian dapat dibedakan menjadi (a) penelitian lapangan dan (b) penelitian kepustakaan. Selain itu, penelitian dapat dibedakan menurut jenis data dan kepustakaan. Selain itu penelitian dapat dibedakan menurut jenis data dan proses penelitian menjadi (a) penelitian kuantitatif dan (b) penelitian kualitatif.

A. Metode penelitian eksploratif
Gejala keagamaan dapat diteliti secara eksploratif bila peneliti belum banyak mengetahui informasi tentang gejala-gejala keagamaaan tersebut. Bila disuatu tempat terjadi gejala keagamaan tertentu seperti fatwa yang menghalalkan berzina asal dimulai dengan membaca basmallahi, maka fenomena keagamaan tersebut dapat dieksplorasi, baik melalui telaah kepustakaan (seperti melalui Koran dan majalah) data lapangan, maupun gabungan antara keduannya.
Penelitian eksploratif dapat digunakan untuk mengamati gejala keagamaan yang sedang terjadi, atau gejala keagaman yang terjadi diasa lalu. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian eksploratif, dapat dikembangkan berbagai penelitian lain, seperti penelitian histories, deskriptif, kerelasional dan eksperimen. Karena itu, penelitian eksploratif sering disebut penelitian pendahuluan.

B. Metode penelitian sejarah
Bila gejala keagamaan terjadi dimasa lampau dan peneliti berminat mengetahuinya, maka peneliti dapat melakukan penelitian sejarah yakni melakukan rekonstruksi terhadap fenomena masa lampau baik gejala keagamaan yang terkait dengan masalah politik, sosial, ekonomi dan budaya. Bagaimana peran pesantren dan kiyai dalam melakukan perlawanan terhadap tentara belanda dalam agresi militer kedua (tahun 1984)?. Sejarah ini belum terlalu lama berlalu sehingga masih banyak saksi hidup. Karena itu, untuk merekonstruksinya, peneliti dapat melakukan wawancara mendalam dengan pelaku sejarah dan saksi hidup. Juga dapat melakukan telaah kepustakaan, seperti Koran, majalah, arsip, dokumen-dokumen pribadi dan lain sebagainya.

C. Metode Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif ialah sebuah penelitian yang bertujuan menggambarkan gejala sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dalam penelitian agama, penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala keagamaan.
Penelitian deskriptif berbeda dengan penelitian eksploratif, peelitian eksploratif belum memiliki variabel yang menjadi fokus pengamatan, karena peneliti belum banyak memperoleh informasi tentang gejala keagamaan tersebut. Sedangkan penelitian deskriptif sudah memiliki variabel yang menjadi fokus pengamatan. Dalam penelitian deskriptif variabel yang menjadi fokus pengamatan boleh lebih dari satu, sesuai minat peneliti.
Penelitian deskriptif dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Selain itu, penelitian deskriptif dapat menggunakan data kepustakaan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis terhadap kepustakaan secara kuantitatif sering disebut analisis isi. Contohnya: penelitian deskriptif ini adalah: Ketaatan beragama buruh-buruh pabrik di serang Banten;, Pola kepemimpinan kiyai di tiga pesantren di Banten,; Etika kepemimpinan menurut ajaran ahlus sunnah wal jama’ah.

D. Metode Penelitian Korelasional
Penelitian korelasional ialah penelitian yang berusaha menghubungkan atau mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel lain. Karena itu, dalam penelitian korelasional dikenal adanya variabel bebas (variabel yang diduga mempengaruhi variabel lain) dan variabel terikat (variabel yang diduga dipengaruhi oleh variabel bebas).
Hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dapat dibuktikan dengan data lapangan (baik secara kualitatif maupun kuantitatif) dan data hasil studi kepustakaan ,atau gabungan antara studi lapagnan dengan hasil studi kepustakaan. Contohnya: Hubungan pendidikan agama denga ketaatan beragama buruh pabrik di wilayah serang dan cilegon, Banten.

E. Metode Penelitian Eksperimen
Suatu fenomena dalam kehidupan sosial keagamaan seringkali terjadi bukan disebabkan oleh satu variabel melainkan akibat dari berbagai variabel secara simultan. Penelitian korelasional hanya menelaah salah satu atau beberapa variabel bagi terjadinya suatu fenomena sosial. Variabel-variabel itu dipilih berdasarkan telaahan logis atau berdasarkan teori tertentu. Penelitan tersebut akan membuktikan sejauh mana variabel yang dipilih memiliki hubungan dengan terjadinya suatu fenomena sosial keagamaan; atau sejauh mana variabel-variabel tersebut memberi pegnaruh bagi terjadinya fenomena keagamaan tertentu.

Pendekatan ilmiah dalam penelitian agama
A. Pendekatan ilmiah yang relevan
Dalam pembahasan dikemukakan bahwa penelitaian agama adalah penelitian tentang agama dalam arti ajaran, bilief (sistem kepercayaan) atau sebagai fenomena budaya; dan agama dalam arti keberagaman , perilaku beragama atau sebagai fenomena sosial. Karena itu, diperlukan teori ilmiah yang relevan untuk penelitian agama. Dalam perbahasan ini, teori-teori ilmiah itu digunakan sebagai pendekatan sekaligus sebagai model dalam penelitian agama. Teori ilmiah itu meliputi teologi (ilmu-ilmu keagamaan), sosiologi antropologi, psikologi, filologi, sejarah dan filsafat.
Pendekatan yang ilmiah yang relevan untuk penelitian agama digambarkan dalam skema pendekatan ilmiah penelitian sosial agama. Dalam prakteknya, sebuah penelitian agama dapat menggunakan satu pendekatan saja atau beberapa pendekatan, baik yang bersifat disipliner, interdisiplin, maupun multidisiplin.
B. Pendekatan teologis
Istilah teologi lahir dalam tradisi Kristen. Secara harfiah, teologi berasal dari bahasa Yunani, theos dan logos yang berarti ilmu ketuhanan. Istilah teologi dalam bahasa Yunani tersebut dalam tradisi Islam dikenal dengan ilmu kalam yang berarti perkataan-perkataan manusia tentang Allah. Tetapi pengertian ini menurut Steenbrink dianggap kurang cocok karena mengenai ketuhanan, baik wujud, sifat, dan perbuatan-Nya, yang dengan ilmu kalam atau ilmu luhut yang oleh Al-Ahwani diartikan sebagai rangkaian argumentasi rasional yang disusun secara sistematik untuk memperkokoh kebenaran akidah agama Islam. A. Hanafi mengartikan ilmu kalam sebagai upaya mempertahankan keyakinan seputar masalah ketuhanan dari serangan-serangan pihak luar dengan menggunakan pendekatan filafat atau dalil-dalil aqli.
Dalam Encyclopaedia of religion and Religions, dikatakan bahwa teologi adalah ilmu yang membicarakan tentang Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam semesta, namun seringkali diperluas mencakup seluruh bidang agama. Dengan demikian teologi memiliki pengertian luas dan identik dengan ilmu agama itu sendiri.
Kalau kita membicarakan teologi sekurang-kurangnya dilihat dari tiga segi: teologi aktual yaitu berteologi yang melahirkan keprihatinan iman dalam wujud tingkat laku sehari-hari teologi intelektual yaitu teologi yang melahirkan pemikiran keagamaan berjilid-jilid yang hanya dipahami oleh para alim dibidang ini dan teologi spiritual yang melahirkan perilaku mistik.
Menurut darmaputera, teologi selalu bertitik tolak dari sebuah asumsi dasar, bahwa Allah yang kita percayai adalah Allah yang berfirman, Allah yang menyatakan kehendak-Nya, disepanjang masa bagi seluruh umat manusia dimana saja. Firman dan kehendak-Nya itu adalah mengenai kebenaran dan keselamatan serta kesejahteraan menusia bahkan seluruh ciptaan. Firman dan kehendaknya itu berlaku bagi siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Oleh karena itu siapa pun yang mendambakan kebenaran, keselamatan dan kesejahteraan harus sungguh-sungguh memperhatikan dan memberlakukan firman serta kehendak Allah itu. Teologi bertolak dari keyakinan itu dan befungsi untuk mencari serta merumuskan kehendak Allah yang menyelamatkan, mensejahterakan, seta merupakan norma kebenaran itu. Dari mana manusia mampu merumuskan kehendak Allah dan bagaimana agar manusia mampu beraksi dalam menyelamatkan dan mensejahterakan diri dan sesamannya?
Pendekatan teologi dalam studi agama adalah pendekatan iman untuk merumuskan kehendak tuhan berupa wahyu yang disampaikan kepada para nabinya agar kehendak Tuhan itu dapat dipahami secara dinamis dalam konteks ruang dan waktu. Karena itu pendekatan teologis dalam studi agama disebut juga pendekatan normatif dari ilmu-ilmu agama itu sendiri. Secara umum metode teologis/normative dalam studi agama atau dalam rangka menemukan pemahaman pemikiran keagamaan yang lebih dapat dipertanggung jawabkan secara normatif idealistik.

C. Pendekatan sosiologis
Sosiologi agama dirumuskan secara luas sebagai suatu studi tentang interelasi dari agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antar mereka. Anggapan para sosiolog bahwa dorongan-dorongan, gagasan-gagasan, dan kelembagaan agama mempengaruhi dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh kekuatan kekuatan sosial adalah tepat. Jadi seseorang sosiolog agama bertugas menyelidiki bagaimana tata cara masyarakat, kebudayaan dan pribadi-pribadi mempengaruhi agama sebagaimana agama itu sendiri mempengaruhi mereka. Kelompok-kelompok yang berpengaruh terhadap agama, fungsi-fungsi ibadat untuk masyarakat, tipologi dari lembaga-lembaga keagamaan dan tanggapan-tanggapan agama terhadap tata duniawi, interaksi langsung dan tidak langsung antara sistem-sistem religius dan masyarakat, dan sebagainya termasuk bidang penelitian sosiologi agama.
Penelitian agama seringkali tertarik untuk melihat, memaparkan, dan menjelaskan berbagai fenomena keagamaan. Juga kadang-kadang tertarik melihat dan menggambarkan pengaruh suatu fenomena terhadap fenomena lain. Untuk menggambarkan fenomena sosial keagamaan dengan baik, peneliti dapat menggunakan pendekatan sosiologis yang dimaksud dengan pendekatan sosiologis ialah: peneliti menggunakan logika-logika dan teori sosioologi baik teori klasik mapun modern untuk menggambarkan fenomena sosial keagaman serta pengaruh suatu fenomena terhadap fenomena lain.
Sosiologi agama mempelajari aspek sosial agama. Objek penelitian agama dengan pendekatan sosiologi menurut keith A. Robert memfokuskan pada :
1) Kelompok-kelompok dan lembaga keagamaan (meliputi pembentukannya, kegiatan demi kelangsungan hidupnya, pemeliharaannya, dan pembubarannya.)
2) Perilaku individu dalam kelompok-kelompok tersebut (proses sosial yang mempengaruhi stasus keagamaan dan perilaku ritual.)
3) Konflik antar kelompok.
D. Pendekatan Antropologi
Sosiologi dalam sejarahnya digunakan untuk mengkaji masyarakat modern, sementara antropologi mengkhususkan diri terhadap masyarakat primitif. Antropologi sosial agama berkaitan dengan soal-soal upacara, kepercayaan tindakan dan kebiasaan yang tetap dalam masyarakat sebelum mengenal tulisan yang menunjuk pada apa yang dianggap suci dan supranatural. Sekarang terdapat kecenderungan antropologi tidak hanya digunakan untuk meneliti masyarakat primitif, melainkan juga masyarakat yang komplek dan maju menganalisis simbolisme dalam agama dan mitos, serta mencoba mengembangkan metode baru yang lebih tepat untuk studi agama dan mitos. Antropologi agama memandang agama sebagai fenomena kultural dalam pengungkapannya yang beragam, khususnya tentang kebiasaan, peribadatan dan kepercayaan dalam hubungan-hubungan sosial.
Yang menjadi penelitian dengan pendekatan antropologi agama secara umum adalah mengkaji agama sebagai ungkapan kebutuhan makhluk budaya yang meliputi:
1) Pola-pola keberagamaan manusia dari perilaku bentuk-bentuk agama primitif yang mengedepankan magic, mitos, animisme, totenisme, paganisme pemujaan terhadap roh, dan polyteisme, sampai pola keberagamaan masyarakat industri yang mengedepankan rasionalitas dan keyakinan monoteisme.
2) Agama dan pengungkapannya dalam bentuk mitos, simbol-simbol, ritus, tarian ritual, upacara pengorbanan, semedi, selamatan.
3) Pengalaman religius, yang meliputi meditasi, doa mistisisme, sufisme.

E. Pendekatan Psikologi
Psikologi agama adalah studi mengenai aspek psikologis dari perilaku beragama, baik sebagai individu (aspek individuo-psikologis) maupun secara berkelompok/anggota-anggota dari suatu kelompok (aspek sosio-psikologis). Aspek psikologis dari perilaku beragama berupa pengalaman religius, seperti:
1) Ketika seseorang berada dalam puncak spiritual, seperti Mi’rajnya Nabi menghadap sang Kholiq, atau ketika seseorang Muslim khusyu’ dalam sholatnya, atau orang kristiani dalam doa dan nyanyian.
2) Ketika seseorang menerima wahyu/ ilham/ mendengarkan suara hati, ketika berkomunikasi dengan sang Kholiq, yang ilahi dan supranatural.
Psikologi agama mempelajari motif-motif tanggapan-tanggapan, reaksi-reaksi dari psike manusia, pengalaman dalam berkomunikasi dengan yang supranatural yang sangat mengasyikkan dan sangat dirindukan. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa psikologi agama adalah cabang psikologi yang menyelidiki sebab-sebab dan ciri psikologis dari sikap-sikap religius atau pengalaman religius dan berbagai fenomena dalam individu yang muncul dari atau penyertai sikap dan pengalaman tersebut.
Psikologi agama sebagai cabang dari psikologi menyelidiki agama sebagai gejala kejiwaan. Penyelidikan agama sebagai gejala kejiwaan memiliki peran penting mengingat persoalan agama yang paling mendasar adalah persoalan kejiwaan. Manusia meyakini dan mau berserah diri kepada Tuhan, melakukan upacara keagamaan, berdoa, rela berkorban dan rela hidupnya dikendalikan oleh norma-norma agama adalah persoalan kejiwaan.

F. Pendekatan sejarah
Sejarah agama, secara ekstrem dapat dikatakan agama dan keberagamaan adalah produk sejarah. Al-qur’an sebagian besar berisi sejarah dan ilmu-ilmu keislaman. Peradaban islam berkembang sedemikian rupa dalam konteks sejarah. Karena itu tepat apabila dikatakan bahwa sejarah bagaikan mata air yang tidak akan pernah kering untuk diambil manfaatnya. Sejarah Islam merupakan bagian dari ilmu-ilmu keislaman yang amat penting diajarkan dilembaga-lembaga pendidikan Islam.
Berikut beberapa fokus penelitian agama dengan menggunakan perdekatan sejarah:
1) Penelitian sejarah tentang tokoh berpengaruh dalam suatu agama atau gerakan keagamaan. Penelitian model ini besa berupa otobiografinya, pemikirannya, tindakan-tindakannya,, pergumulan hidupnya.
2) Penelitian sejarah mengenai naskah atau buku. Penelitian model ini menekankan pada substansi naskah atau buku untuk dianalisis, baik analisis kritis, perbandingan, maupun analisis sekedar eksplorasi.
3) Penelitian sejarah mengenai suatu konsep sepanjang sejarah penelitian model ini bisa berupa salah satu naskah, kitab suci atau perkembangan pemikiran dari waktu ke waktu.
4) Penelitian arsip, yaitu penelitian tentang sejarah, baik individu, kelompok, organisasi, masyarakat maupun bangsa dengan melihat arsip-arsip resmi. Penelitian model ini banyak dilakukan oleh Snouk Hurgronye tentang aceh maupun Islam di Indonesia.


Penutup
Demikian rekonstruksi gejala sosial keagamaan dengan menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial. Sebaliknya, gejala sosial keagamaaan dapat dijelaskan dengan pendekatan sejarah.
Perlu juga disampaikan bahwa berbagai disiplin ilmu sosial-politik seperti politik, sosiologi, ekonomi, dan antropologi dapat melakukan penelitian dengan pendekatan sejarah. Artinya, mereka berusaha membuktikan teori (secara deduktif) atau menemukan teori (secara induktif) dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari sejarah.
Sumber : http://jumhurul-umami.blogspot.com/2009/05/metode-dan-pendekatan-dalam-ilmu.html

Kamis, 11 Februari 2010

PERAN PESANTREN DALAM PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

OLEH : DR. K.H. ABDULLAH SYUKRI ZARKASYI
(Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo)

Pengantar
Pendidikan adalah pilar utama pembangunan bangsa. Keberhasilan pendidikan suatu bangsa berkaitan erat dengan kemajuan yang dicapai. Karena itu adalah suatu keniscayaan bila pemerintah dan masyarakat memprioritaskan pembangunan bidang pendidikan secara menyeluruh. Terutama pendidikan yang membentuk karakter nasional bangsa.
Membahas pendidikan karakter, tentu akan banyak pertanyaan yang harus dijawab. Apa arti pendidikan ?. Bagaimana sistem pendidikannya ? Siapa yang mendidik ? Kapan waktunya ? Dengan apa mendidik ? dan masih banyak lagi. Maka pada kesempatan ini, kami akan membahas permasalahan ini berdasarkan pengalaman yang sudah kami terapkan lebih dari 83 tahun di Pondok Modern Darussalam Gontor.

Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren
Pesantren sebagai salah satu sub sistem Pendidikan Nasional yang indigenous Indonesia, mempunyai keunggulan dan karakteristik khusus dalam mengaplikasikan pendidikan karakter bagi anak didiknya (santri). Hal itu karena :
 Adanya Jiwa dan Falsafah.
Pesantren mempunyai jiwa dan falsafah yang ditanamkan kepada anak didiknya. Jiwa dan falsafah inilah yang akan menjamin kelangsungan sebuah lembaga pendidikan bahkan menjadi motor penggeraknya menuju kemajuan di masa depan.
Ada Panca Jiwa yang terdiri dari :
1. Keikhlasan
2. Kesederhanaan
3. Kemandirian
4. Ukhuwah Islamiyah dan
5. Kebebasan dalam menentukan lapangan perjuangan dan kehidupan
Panca jiwa ini menjadi landasan ideal bagi semua gerak langkah pesantren.
Pesantren juga mempunyai falsafah yang menjadi mutiara hikmah bagi seluruh penghuni pesantren. Diantaranya ada Falsaafah kelembagaan, seperti :
1. Pondok adalah lapangan perjuangan, bukan lapangan penghidupan.
2. Hidupilah Pondok, dan jangan menggantungkan hidup kepada Pondok.
3. Pondok adalah tempat ibadah dan thalabul ‘ilmi.
4. Pondok berdiri di atas dan untuk semua golongan.
Berikutnya adalah falsafah pendidikan, seperti :
1. Apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan dikerjakan oleh santri sehari-hari adalah pendidikan
2. Hidup sekali, hiduplah yang berarti.
3. Berani hidup tak takut mati, takut mati, jangan hidup, takut hidup mati saja.
4. Berjasalah, tetapi jangan minta jasa.
5. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya.
6. Hanya orang penting yang tahu kepentingan, dan hanya pejuang yang tahu arti perjuangan.
Sedang diantara falsafah pembelajarannya adalah :
1. Metode lebih penting daripada materi, guru lebih penting daripada metode, jiwa guru lebih penting daripada guru itu sendiri.
2. Pondok memberikan kail, tidak memberi ikan.
3. Ujian untuk belajar, bukan belajar untuk ujian.
4. Ilmu bukan untuk ilmu, tetapi ilmu untuk amal dan ibadah.

 Terwujudnya Integralitas dalam Jiwa, Nilai, Sistem dan Standar Operasional Pelaksanaan.
Terciptanya integralitas yang solid pada jajaran para pendidik hingga anak didik, terhadap pemahaman jiwa, nilai, visi, misi dan orientasi, sistem hingga standar operasional pelaksanaan yang sama.
Transformasi nilai-nilai pendidikan pesantren yang berlangsung sepanjang tahun, melalui berbagai sarana (lisan, tulisan perbuatan dan kenyataan), telah mampu memadukan seluruh komponen pesantren dalam satu barisan. Sehingga tidak terjadi tarik-menarik kepentingan dan orientasi antara satu pihak dengan lainnya. Semuanya melandasi gerak langkahnya dengan bahasa keikhlasan, kesederhanaan, kesungguhan, perjuangan dan pengorbanan untuk menggapai ridha Allah. Semua mempunyai pengertian dan keterpanggilan akan tanggungjawab untuk merealisasikan visi dan misi pendidikan pesantrennya. Semua mempunyai keterikatan pada sistem hingga kultur yang sudah terbentuk di pesantren. Karena mereka semua mempunyai kesadaran, keterpanggilan dan loyalitas baik kepada nilai, sistem maupun pemimpin. Soliditas ini menumbuhkan kekuatan yang dahsyat dalam proses pendidikan karakter di pesantren.

 Terciptanya Tri Pusat Pendidikan yang Terpadu.
Keberhasilan pendidikan tidak terlepas dari tiga faktor yang saling menopang dan mendukung, yaitu pendidikan sekolah, pendidikan keluarga dan pendidikan masyarakat, yang semua itu harus mendapat dukungan dari Pemerintah. Bila di luar lingkungan pendidikan pesantren hal ini sulit direalisasikan secara ideal dan optimal, alhamdulillah di pesantren, ketiga faktor pendidikan ini dapat dipadukan. Para santri hidup bersama dalam asrama yang padat kegiatan dan berdisiplin, dibawah bimbingan para guru dan pengasuh.
Integralitas Tri Pusat Pendidikan membantu terwujudnya integralitas kurikulum antara intra, co dan ekstra kurikuler yang saling menguatkan. Juga mewujudkan Integralitas ilmu pengatahuan, antara ilmu agama dan pengetahuan umum yang tidak terdikotomikan, serta menciptakan integralitas antara ilmu dan amal dalam kehidupan.

 Totalitas Pendidikan.
Pesantren menerapkan totalitas pendidikan dengan mengandalkan keteladanan, penciptaan lingkungan dan pembiasaan melalui berbagai tugas dan kegiatan. Sehingga seluruh apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dikerjakan oleh santri adalah pendidikan. Selain menjadikan keteladanan sebagai metode pendidikan utama, penciptaan miliu juga sangat penting. Lingkungan pendidikan itulah yang ikut mendidik. Penciptaan lingkungan dilakukan melalui :
1. Penugasan
2. Pembiasaan
3. pelatihan
4. Pengajaran
5. Pengarahan
6. serta keteladanan.
Semuanya mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam pembentukan karakter anak didik. Pemberian tugas tersebut disertai pemahaman akan dasar-dasar filosofisnya, sehingga anak didik akan mengerjakan berbagai macam tugas dengan kesadaran dan keterpanggilan.
Setiap kegiatan mengandung unsur-unsur pendidikan, sebagai contoh dalam kegiatan kepramukaan, terdapat pendidikan kesederhanaan, kemandirian, kesetiakawanan dan kebersamaan, kecintaan pada lingkungan dan kepemimpinan. Dalam kegiatan olahraga terdapat pendidikan kesehatan jasmani, penanaman sportivitas, kerja sama (team work) dan kegigihan untuk berusaha.
Pengaturan kegiatan dalam pendidikan Pesantren ditangani oleh Organisasi Pelajar yang terbagi dalam banyak bagian, sepertti bagian Ketua, Sekretaris, Bendahara, Keamanan, Pengajaran, Penerangan, Koperasi Pelajar, Koperasi Dapur, Kantin Pelajar, Bersih Lingkunan, Pertamanan, Kesenian, Ketrampilan, Olahraga, Penggerak Bahasa, dll.
Kegiatan Kepramukaan juga ditangani oleh Koordinator Gerakan Pramuka dengan beberapa andalan; Ketua Koordinator Kepramukaan, Andalan koordinator urusan kesekretariatan, Andalan koordinator urusan keuangan, Andalan koordinator urusan latihan, Andalan koordinator urusan perpustakaan, Andalan koordinator urusan perlengkapan, Andalan koordinator urusan kedai pramuka, dan Pembina gugusdepan.
Pendidikan organisasi ini sekaligus untuk kaderisasi kepemimpinan melalui pendidikan self government. Sementara itu pada level asrama ada organisasi sendiri, terdiri dari ketua asrama, bagian keamanan, penggerak bahasa, kesehatan, bendahara dan ketua kamar. Setiap club olah raga dan kesenian juga mempunyai struktur organisasi sendiri, sebagaimana konsulat (kelompok wilayah asal santri) juga dibentuk struktur keorganisasian. Seluruh kegiatan yang ditangani organisasi pelajar ini dikawal dan dibimbing oleh para senior mereka yang terdiri dari para guru staf pembantu pengasuhan santri, dengan dukungan guru-guru senior yang menjadi pembimbing masing-masing kegiatan. Secara langsung kegiatan pengasuhan santri ini diasuh oleh Bapak Pimpinan Pondok yang sekaligus sebagai Pengasuh Pondok.
Pengawalan secara rapat, berjenjang dan berlapis-lapis ini dilakukan oleh para santri senior dan guru, dengan menjalankan tugas pengawalan dan pembinaan, sebenarnya mereka juga sedang melalui sebuah proses pendidikan kepemimpinan, karena semua santri, terutama santri senior dan guru adalah kader yang sedang menempuh pendidikan. Pimpinan Pondok membina mereka melalui berbagai macam pendekatan;
1. Pendekatan program
2. Pendekatan manusiawi (personal) dan
3. Pendekatan idealisme.
Mereka juga dibina, dibimbing, disupport, diarahkan, dikawal, dievaluasi dan ditingkatkan. Demikianlah pendidikan karakter yang diterapkan Pondok Modern Gontor melalui berbagai macam kegiatannya. Kegiatan yang padat dan banyak akan menumbuhkan dinamika, dinamika yang tinggi akan membentuk militansi dan militansi yang kuat akan menimbulkan etos kerja dan produktivitas. Pada akhirnya anak didik akan mempunyai kepribadian yang dinamis, aktif, dan produktif dalam segala kebaikan.

Pendidikan Karakter Nasional Bangsa
Kita menyadari bahwa pendidikan karakter dan moral sangat penting, dalam segala sektor kehidupan, kita membutuhkan moral dan akhlak karimah dalam berbangsa dan bernegara; ada etika bisnis, etika politik, etika kekuasaan dan etika pergaulan, dalam rangka membangun masyarkat madani yang adil dan makmur, adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.
Karakter nasional bangsa yang merupakan kualitas kepribadian tangguh yang dimiliki secara kolektif oleh masyarakat luas, dan bermuara pada nilai-nilai inti (core values) seperti amanah, menghormati orang lain dan toleran, kejujuran, kasih sayang, tanggung jawab serta kewarganegaraan (sosial), harus dipelihara dan senantiasa direvitalisasi agar selalu bisa menjadi inspirasi, pengobar semangat dan mampu berfungsi sebagai human capital sebuah bangsa karena karakter nasional menentukan ketahanan nasional bangsa yang bersangkutan.
Untuk merealisasikan dan mengembangkan pendidikan karakter nasional bangsa ada beberapa hal yang memerlukan perhatian pemerintah dan masyarakat : yang pertama adalah penyiapan lembaga pendidikan yang berkualitas, kedua adalah penyiapan tenaga pendidik terutama para kepala sekolah yang mempunyai kapabelitas serta intergritas kepribadian tinggi dan yang ketiga adalah penciptaan lingkungan yang kondusif bagi pendidikan karakter anak bangsa.
Pertama penyiapan lembaga pendidikan yang berkualitas. Lembaga pendidikan yang mempunyai orientasi character building, mementingkan pendidikan yang integral, mengembangkan dan meningkatkan potensi anak didik dalam segala aspek kemanusiannya. Pendidikan yang berbasis nilai, melakukan transformasi kepribadian, akhlak, tingkah laku, pola fikir dan sikap. Bukan hanya mentransfer informasi dan pengetahuan semata (aspek kognitif) dengan melalaikan aspek afektif dan spikomotorik.
Kedua menyiapkan tenaga pendidik terutama kepala-kepala sekolah yang handal untuk merealisasikan tujuan yang ditargetkan. Tenaga pendidik merupakan ujung tombak bagi keberhasilan tujuan pendidikan. Tenaga pendidik dan kepala sekolah yang mencintai tugasnya, mempunyai ruh dan semangat idealisme tinggi, berdedikasi dan mempunyai integritas moral tangguh, mempunyai kecakapan menejerial dan mampu menjadi teladan dalam segala hal bagi anak didiknya. Mereka harus dipersiapkan sedemikian rupa agar mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi dengan senantiasa meningkatkan diri dan memperbaharui pengetahuan (refresh/up-date), bersikap terbuka terhadap hal-hal baru (open mind) dan bersikap bersedia membantu (helpful).
Penciptaan lingkungan sekitar dan suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan pendidikan. Diperlukan stabilitas nasional, dukungan keluarga, masyarakat, LSM maupun lembaga lain merupakan pilar-pilar pendukung bagi keberlangsungan iklim pendidikan yang produktif dan berdampak positif bagi terciptanya karakter bangsa peserta didik. Jika salah satu pilar terganggu maka seluruh proses pembelajaran pun terganggu.

Penutup dan Usulan
Langkah setrategis membangun karakter nasional bangsa adalah melalui pendidikan. Hanya negara-negara yang memiliki karakter nasional kuat yang siap bersaing ditengah globalisasi. Pesantren sebagai salah satu khazanah kekayaan budaya dan pendidikan di Indonesia bisa dijadikan model dalam pendidikan karakter bangsa.
Berkaitan dengan itu dalam rangka meralisasikan pendidikankarakter nasional bangsa ini kami mengusulkan kepada pemerintah beberapa ahal berikut ini :
1. Memperbanyak lembaga pendidikan guru yang berkualitas dan berbentuk asrama.
2. Mengadakan pendidikan yang memepersiapkan calon kepala sekolah agar menjadi pemimpin dan pendidik yang cakap.
3. Membangun lingkungan yang kondusif untuk pendidikan dan pertumbuhan generasi muda kita.
Demikianlah, sumbangan pemikiran dan pengalaman yang dapat kami persembahkan untuk ikut membangun kejayaan bangsa dan negara yang kita cintai ini. Semoga 'inayah dan taufiq Allah senantiasa menyertai kita. Amin.


Gontor, 12 Januari 2010