Kamis, 13 Mei 2010

Sistem Perbankan Syariah: Langkah Awal Membuka Lembaran Baru


Sistem Perbankan Syariah: Langkah Awal Membuka Lembaran Baru
Oleh: Daniel Rusyad Hamdani

A.    Pendahuluan

{ Wahai anak Adam pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan} Q.S Al-A’raaf: 31
Sederhana bukan berarti miskin, tetapi sesuai dengan kebutuhan[1]. Bukankah hidup hemat itu indah? Ingatlah  tangisan nun jauh di utara barat Indonesia sana. Komunitas muslimin mahligai tubuh manusia, tatkala salah satu organ terluka, maka seluruh jasad akan merasakannya. Maka, pantaskah kita tertawa disaat tangan kita terluka? Lantas, apakah tindakan kita? Cukupkah dengan berhemat menjadi balutan luka saudara kita? Sudahkah sistem ekonomi kita memberi nilai positif bagi kita?

B.     Ekonomi dalam Perspektif Islam

Dalam bahasa Arab, ekonomi bermakna Iqtishad. Asal kata Iqtishad adalah qashada, yang berarti berhemat. Sedangkan destinasi daripadanya –dalam kacamata Islam- adalah meningkatkan taraf kesejahteraan umat.[2]  Definisi tadi  memberikan gambaran tentang kuatnya keterkaitan antara ekonomi dan hemat. Bahkan kita memahami barang ekonomis sebagai barang yang murah alias harga terjangkau. Berhemat bukan berarti miskin, substansi dari hemat adalah hidup bersahaja. Dalam suatu case penyair Arab  berkata: ماعال من اقتصد     “Seseorang yang hemat tak akan pernah mengemis”[3], begitulah Allah sangat membenci pemborosan, karena setiap individu harus mempersiapkan hari esok dan seterusnya. Ada beberapa perspektif untuk bisa berhemat, dan cara terampuh adalah dengan menabung. Dalam Oxford Advanced Learners Dictionary menabung atau save memiliki arti menyimpan dan mengamankan uang dari kejahatan, dan kehilangan untuk digunakan dikemudian hari. Itulah yang menyebabkan eksistensi bank- dalam bahasa Perancis disebut banque berarti berangkas- penting, demi terwujudnya definisi tadi. Namun, apakah semua bank itu sama? Apakah semua orang boleh menabung di bank yang ia suka?

C.    Right System at the Right Place for the Right People

Siang yang panas dengan sengatan matahari, akan kembali redup setelah datang sang rembulan. Makanan yang lezatpun tak akan bertahan lama hingga dimakan waktu  kadaluarsa. Begitulah Sang Rahman menciptakan segala sesuatu berpasangan. Sebagaimana Dia menciptakan suatu sistem yang komprehensif dan universal yaitu Islam,  namun sebagian manusia tetap saja dikendalikan hawa nafsunya. Sistem perbankan yang telah lama diterapkan di Indonesia benar-benar keropos. Sistem yang sering disebut sistem konvensional itu tidak tahan negative spread dan moral hazard, bahkan sisten itu buta dan tak kenal dimensi. Hal ini dapat dibuktikan dengan hutang Indonesia  dan harga kebutuhan primer yang bersama-sama naik ke puncak gunung, disamping pengangguran terus meningkat. Sistem yang be-riba itu telah membunuh harapan seorang ahli tak berharta, Walaupun berharta toh ia takut tak mampu membayar pinjamannya yang berbunga. Mengapa hal ini harus terjadi? Padahal kita adalah Muslim yang notabenenya telah memiliki UU transendent yaitu Al-Qurán-sebagai kitab penyempurna kitab-kitab sebelumnya- yang tridak menghalalkan sedikitpun riba. {Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagiaan yang lain? Tiadalah balasan bagi yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat} Q.S Al-Baqarah: 85.
Dalam kaca mata Islam, harta adalah hal yang sangat sensitif. Sang Khalik tidak hanya menanyakan bagaimana anak adam mendapatkannya. Bahkan Ia akan melihat bagaimana mereka memakainya. Perkara ini tersirat dalam sabda nabi: {الخراج بالضمان} ‘”Setiap output (dari suatu investasi) harus didasari responsibilitas”. Begitulah Syariat Ilahy yang sesuai dengan masyarakat madani. Sebagaimana yang telah disampaikan Budi Wisakseno bahwa mengaplikasikan sistem ini adalah rasional, walaupun diawali dengan emosi.
menutup lembaran merah kita, dan membuka lembaran baru yaitu sistem perbankan Islami. laa haula walaa quwata illaa billah


D.  Welcome 2nd Islamic Renaissance in Indonesia
Perkembangan bank-bank Islam di Indonesia sudah menunjukan hasil yang signifikan. Hal ini dilihat dari pertumbuhannya selang fase pertama,  ketika ditetapkannya UU no.7 tahun1992 tentang keberadaan bank dengan asas bagi hasil di Indonesia. Pada saat itu terlahirlah BMI Bank Muamalat Indonesia. Fase kedua dimulai setelah UU no.7 tahun 1992 tersebut diganti dengan UU no.10 tahun 1998 yang lebih spesifik menunjukkan keislamannya. 7 bank Islam terlahir  pada even yang sama. Hingga akhirnya, fase ketiga terjadi setelah MUI mempertegas pengharaman bunga bank, saat itu 20 bank syarí appear dan menjadi sorotan masa[4].
Pertumbuhan bank-bank Islami meroket secepat kilat, bahkan hal ini melebihi prediksi para pakar ekonomi. Pada tahun 2004, Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia DPS BI mencatat bahwa  pertumbuhan Perbankan Sistem Syariah berkisar antara 80-90% dengan total aset pada akhir 2003 sebesar Rp 7.8 triliun meningkat melebihi prediksi sebelumnya menjadi Rp 14.19 triliun pada 2004. Hal senada disampaikan oleh Muhammad Rizal Ismail- Dewan Pengawas Nasional Majelis Ulama Pusat, “Hal ini terlihat dari jumlah bank syariah yang meningkat pada 2004 mencapai 60 perusahaan dengan total dana yang dihimpun  sebanyak Rp 11 triliun dibanding 2003 yang hanya 38 perusahaan dengan dana sebesar Rp 4 triliun,” imbuhnya. Diperkirakan total aset bank syariah yang hanya 1% dari seluruh aset bank di Indonesia akan terus meningkat setiap tahunnya. Hal inidapat dibuktikan dengan tokoh-tokoh masyarakat yang kian hari kian banyak yang mendaftar menjadi nasabah ataupun mitra usaha bank-bank non-riba itu sehingga masyarakat semakin percaya  besar, disamping pemerintah yang siap all out mendorong dari belakang. Bahkan komisi VI DPR siap menetapkan UU ad hoc mengenai sistem perbankan islami. Amin

D.    Q2

Ketika Eropa gelap gulita oleh buaian malam yang hening. Saat itu semenanjung Arab telah terang benerang dengan ilmu pengetahuan dibawah pemerintahan Abbasiyah. Khalifah Al-Makmun sangat menekankan pentingnya arti ilmu dan aplikasinya karena dengan dua hal itulah keimanan seseorang dinilai. Rakyat hidup damai dan tentram walaupun ada saja perkara yang terjadi.
Ketika Isabella dan Ferdinand berdiri di singgasana kerajaaan Inggeris pada tahun 1947, Para Yahudi tak habisnya mereka invasi. Sama halnya dengan muslimin yang mereka habisi tanpa kompromi. Subhaanallah. Settlement para yahudi saat itu adalah Turki- negara yang pada saat itu bernafaskan Islam. Islam yang mereka anut tidak pernah mereka marginalkan dari seluruh aspek kehidupan. Baik itu secara vertikal maupun horizontal. Bagaimana tidak? Hanya Islamlah yang mengutamakan nilai kedilan, kejujuran, dan kebersamaan. {Dan demiakanlah (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas (perbuatan) kamu}[5] Demikianlah nilai-nilai Islam adalah nilai-nilai median “Q2”. 
Dalam perbankan sendiri, hunbungan antara peminjam maupun pemberi dana adalah mitra usaha. Sehingga keduanya dapat saling meninjau dan memotivasi akan kebenaran dan kesabaran. Sistem yang diterapkan didalamnya adalah sistem Ilahy, yang jelas-jelas mengharamkan kecurangan dan ketidak seimbangan. Sehingga Distibusi dan Produksi didalamnya bersifat real dan terhindar dari moral hazard.

E.     Alien Pembawa Fortuna

Sistem bank islami masih asing di mata masyarakat Indonesia. Eksistensinya masih seperti alien yang turun dari mars. Hal ini terjadi karena  kurangnya sosialisasi dan dana. Dibutuhkan Teknologi Informasi yang mutakhir demi kelancaran masyarakar dalam mengakses transaksi. Dan TI tersebut adalah sesuatu yang nihil tanpa biaya yang memadai. Insya Allah, semua ini akan terwujud jika pemerintah all out mendorong dari belakang dan kepercayaan masyarakat yang tak kunjung padam. Istilah-istilah dalam dunia perbankan islami menurut Shofyan Djalil-menteri teknologi dan informasi- perlu diganti. Karena istilah-istilah itu kurang difahami di mata masyarakat. Jangan sampai rakyat kecil terjebak dalam collerative hanya karena ketidakpahaman istilah-istilah yang digunakan .

F.     Kebangkitan Sang Raksasa

Setelah mengenal Islam sebagai rahmat seluruh alam maka seluruh sistem yang tersirat dalam fondasinya Al-Qur’an bukan lagi alien yang tak dikenal. Setelah tiga fase kehadiran perbankan islami di ibu pertiwi muncul, tibalah saatnya fase ke-empat , yaitu fase pertumbuhan atau perkembangan.
Para praktisi dan pengamat perbankan islami tak mengenal titik dalam mempredisikan laju asset dan pangsa bank yang tahan negative spread itu. Dengan volume yang mencapai Rp.14,19 triliun pada 2004 atau sekitar 1,1 persen dari seluruh total aset perbankan Indonesia yang berkisar pada Rp. 1.218 triliun diprediksikan akan terus melaju pesat hingga level 1,85 persen atau sekitar Rp. 24 triliun akhir 2005.
Perkembangan bank-bank islami seantero Indonesia bagaikan bintang-bintang yang berteberan di langit. Hal ini termonitori dengan Bank Syariah Mandiri (BSM) yang menjadi patron bagi rakyat Aceh yang tertimpa bencana, belum lagi bank yang dinobatkan sebagai The Most Growth Couvarage Area oleh Karim Business Consulting 2004 ini telah memiliki 138 kantor layanan yang tersebar di 21 provinsi. Kendati awalnya hanya mempunyai 8 outlet pada awal 11 November 1999. Hal ini semakin tajam pasca Bank Syariah Bangka yang pendapatannya terus meningkat drastis. Dalam usianya yang ke-2,5 tahun saja, bank yang berkantor pusat di Sungailiat itu telah mengantongi keuntungan Rp. 437 juta.
Bintang-bintang tidak hanya bersinar di ufuk barat  saja. begitu pula dengan eksistensi bank-bank syariah di Indonesia. Arrival bank-bank syariah di Indonesia timur hampir diterima seluruhnya oleh elemen masyarakat. Di Sorong misalnya, kendati komunitas muslim disana hanya 40 persen bank syariah tetap menjadi idola. Sebagaimana halnya di Palu, Manado, dan daerah lainnya. Bahkan di Manado yang notabenenya  mayoritas penduduk adalah nonmuslim, bank syariah disambut dengan meriah bagaikan oase yang ditunggu-tunggu oleh para pengembara di hamparan Sahara. Hingga saat inipun bank-bank yang menawarkan produk-produk berlabel halal menjamur di berbagai daerah seperti Sorong, Palu, Ambon dan lain sebagainya, sekalipun muslim disana adalah minoritas.
Pertumbuhan perbankan islami di ibu pertiwi ini tidak hanya sebatas kuantitas saja, lebih dari itu kualitasnya pun terus ditingkatkan. Sesuai dengan yang telah termaktub di muka bahwa nilai-nilai Islam selalu menjaga balance dalam segala aspek.  Return on asset ’ROA’ BNI Syariah cukup menjadi bukti atas peningkatan kualitas perbankan non-negative spread itu. Dalam jangka satu tahun saja BNI Syariah menghasilkan 3,58 persen pada Juni 2003 dan 3,67 persen pada Juni 2004. Disamping itu BRI Syariah lebih mempertajam bukti peningkatan kualitas dengan biaya operasional yang lebih kecil dari pendapatan operasi dan beberapa bank lagi yang berpretasi.

G.    Konklusi

Sang alien telah tiada dan tangan fortunanya telah terasa menyejukkan jiwa. Saatnya kita menghentikan sistem yang sudah jelas madhorotnya. Mari kita tutup lembaran-lembaran penuh riba dengan tidak memarginalkan agama dari sektor perbankan.  Opini Riawan Amin tak diragukan lagi, pintu-pintu mukhasash atau keringanan  telah tertutup rapat. Bank-bank syariah telah mengglobal di nusantara. Sungguh tak diragukan apa yang telah Pencipta janjikan bahwa akan ada masa yang didalamnya harta benar-benar dimintai pertanggungjawaban. Dari manakah manusia dapatkan? Dan dimana mereka investasikan?. Wallahu a’lam bissawab















Referensi

  • Al-Quranu-l-Karum
  • Maliki Abdurrahman, Politik Ekonomi Islam, (Bangil: Al-Izzah Press, 2001)
  • Syahatah Husein, Adhubat Syari’yah Littamal fii syuq Arrouq Maaliyah, (Kairo, 2001)
  • Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Islam (Yogyakarta: UII Press 2000)
  • Warta Harian Republika


[1] Disampaikan oleh K.H Syukri Zarkasyi M.A Pimpinan PM. Gontor dalam Khutbatu-l-Arsy 2004
[2] Subakir Imam, Tarikh Al-Hadlarah Al-Islamiyah, (Gontor: Darussalam Press, 2001), h.33
[3] Ibid.
[4] Republika
[5] Q.S Al-Baqarah :143

Tidak ada komentar: