Kamis, 01 Desember 2011

Hikmah di Balik Pergantian Tahun


”Saudara-saudara, kita sebenarnya tidak perlu memperingati atau merayakan tahun baru. Yang perlu kita lakukan adalah menumbuhkan tekad atau komitmen untuk punya semangat baru. Kita harus rayakan semangat baru itu pada tahun baru ini. Ya, semangat untuk punya rasa mandiri, tidak minder sebagai bangsa yang besar dengan potensi alam yang besar. Jangan kita rendah diri. Kita harus punya keberanian untuk percaya diri di depan bangsa-bangsa di dunia. Jangan sampai kita kalah dengan negara tetangga kita, yang kecil bahkan kebutuhan airnya saja itu harus ngimpor tetapi punya percaya diri yang besar. Kita harus bersatu untuk sukses hidup.” Abdullah Gymnastiar
Hari demi hari berlalu, demikian juga minggu, bulan, dan tahun. Tak terasa kita sudah berada di tahun baru umat Islam 1433H, tahun dimana harus meningkatnya seluruh kegiatan, perbuatan, dan amal kita kepada yang lebih baik dari yang sebelumnya. Kita pun selalu mendengar dalam sebuah hadist yang dikatakan, “Barangsiapa yang harinya lebih baik dari yang kemarin, maka dia beruntung, barangsiapa yang harinya sama dengan hari yang kemarin maka ia merugi, barangsiapa yang harinya lebih jelek dari yang kemarin, maka dia celaka.”
Kita, baik secara individu maupun masyarakat, dalam hari-hari yang telah berlalu itu, senantiasa mengisi lembaran-lembaran yang setiap tahun kita tutup untuk kemudian membuka lagi dengan lembaran-lembaran baru pada tahun berikutnya. Lembaran-lembaran itu adalah sejarah hidup kita secara amat rinci. Itulah kelak yang akan disodorkan kepada kita untuk dibaca dan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT pada hari kiamat nanti. “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.” (Al-Israa’: 14), kemudian Allah SWT pun berfirman dalam surat Al-Jaatsiyah ayat 28, “Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut, tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang Telah kamu kerjakan.”
Oleh karena itu sebaiknya kita mengetahui bahwa keimanan terhadap penghisaban pada hari kiamat mewajibkan disegerakannya koreksi diri dan persiapan diri. Kita pun seringkali mendengar, “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab.”
Allah SWT juga berfirman dalam surat Al-Anbiyaa’ ayat 47, “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) Hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.”
Dan barangsiapa menghisab dirinya termasuk waktu-waktu yang dipergunakan dan apa yang ia pikirkan, niscaya akan ringan kesedihan yang harus ditanggung di hari kiamat nanti. Tetapi barangsiapa tidak menghisab dirinya, maka kekallah kesedihannya dan menjadi banyak pemberhentiannya di hari kiamat. Dalam hal ini Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (Ali ‘Imran: 200)
Setelah kita mengetahui dan kita melihat segala kekurangan dalam diri kita, maka kita harus ingat selalu terhadap firman Allah SWT dalam surat Ar-Ra’d ayat 11, “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Begitulah bunyi sebuah ayat yang menafikan secara tegas ketentuan sejarah dan secara tegas pula sikap terdalam manusia sebagai penentu sejarah. Dari sini dapat dipahami mengapa para Nabi memulai langkah mereka dengan menanamkan kesadaran terdalam dalam jiwa ummat. Dari mana kita datang? Kemana kita akan menuju? Bagaimana alam ini terwujud dan ke arah mana ia bergerak? “Semua dari Allah dan akan kembali kepadaNya” dan “Akhir dari segala siklus adalah kembali ke permulaan,” demikian para filosof muslim merumuskan.
Itulah kesadaran pertama yang harus ditanamkan pada manusia. Kemudian disusul dengan kesadaran jenis kedua yaitu kesadaran akan kemanusiaan manusia serta kehormatannya. Ruh Ilahi dan potensi berpengetahuan yang diperoleh makhluk dari Tuhan, mengundang untuk memanusiakan dirinya, dengan  jalan mengaktualkan pada dirinya sifat- sifat Ilahi sesuai kemampuannya. Dan kesadarannya ketiga akan tanggung jawab sosial.
Nah, kalau manusia atau masyarakat mampu mengisi hari-hari yang berlalu dalam hidupnya atas dasar kesadaran diatas, maka disanalah dia akan memperoleh kebahagiaan abadi. Dengan ini semua dan dengan pergantian tahun hijriah ini mari kita merubah mulai dari diri kita sendiri, karena adalah mimpi bisa merubah apapun dengan baik tanpa diawali merubah diri sendiri, kita perbaiki diri sendiri berarti kita mulai memperbaiki segalanya. Selanjutnya mulai dari hal yang terkecil, karena tak ada prestasi besar, kecuali rangkaian prestasi kecil dan mudah. Kemudian mari kita mulai dari saat ini juga, janganlah menunda, karena belum tentu ada hari esok, keberuntungan kita adalah kebaikan yang kita laksanakan saat ini. Wallahu a’lam bishowab

Senin, 04 April 2011

6 Kebiasaan yang Mendukung Kegiatan Menulis

Kalau Anda seorang pelukis, tentunya Anda terbiasa sekali bermain dengan kuas dan cat lukis. Kalau Anda programmer pastinya PC, laptop dan buku komputer sangat familiar dengan Anda. Nah, begitu juga dengan penulis. Ada beberapa kebiasaan yang secara umum sering dilakukan oleh orang yang suka dan terbiasa menulis. Diantaranya adalah :

1. Membaca.
Lawannya menulis adalah membaca. Kalau Anda terbiasa membaca, entah itu buku, dari internet dan lain-lain, maka Anda pasti bisa menulis. Terlepas dari gaya dan bahasa, Anda telah memiliki banyak ide dan gagasan yang sebenarnya itu tersimpan di memory Anda saat Anda melakukan kegiatan membaca. Setiap hal yg tersimpan di memory kita akan menjadi energi pendukung dari kegiatan menulis kita. Semakin sering membaca juga semakin meningkatkan rasa percaya diri kita untuk menulis.
2. Berdiskusi dengan teman atau orang lain.
Biasanya saat diskusi dengan teman atau orang lain, kemampuan pikiran kita untuk menganalisa dan berpendapat akan mengalir dengan baik. Ini terjadi karena adanya komunikasi dua arah dengan lawan diskusi kita. Semakin sering kita mendapatkan masukan atau sanggahan, semakin terasah pula kemampuan berpikir dan kesanggupan untuk memahami pendapat lain. Dari kebiasaan berdiskusi memberi semacam kelincahan dalam memberikan sudut pandangan di setiap tulisan kita.
3. Mengikuti Seminar.
Wah seminar jadi kebiasaan ? hehehe boleh donk. Kita semua tahu, kalau mengikuti sebuah seminar, pastinya ada ilmu yang kita peroleh. Dari topik seminar sebenarnya kita sudah bisa langsung menuangkan ide atau gagasan atau juga sekedar mereview ulang dari tema seminar tsb. Seminar memberikan wawasan baru kepada kita. Dan biasanya sebuah seminar sudah dipersiapkan dengan matang dari mulai pemilihan tema, referensi tema sampai dengan kesimpulan akhir. Ini merupakan ‘library’ yang berharga untuk
menambah wawasan menulis kita.
4. Mengamati Peristiwa.
Setiap hari pastinya banyak kejadian dan peristiwa yang kita alami. Sedikit saja kita coba untuk lebih detail dan menerung sejenak dari peristiwa yang kita lihat atau alami. Mengamati berarti ‘mencerna’ dengan pikiran, bukan hanya melihat lalu melupakannya. Sedikit fokus dan berpikir, itu berdampak terhadap kemampuan kita untuk mengembangkannya dalam bentuk tulisan yang jelas dan mendalam. Apapun peritiwanya, kalau memang kita mengalami atau melihat sendiri, mendokumentasikannya dalam bentuk tulisan akan lebih mudah. Itu pasti.
5. Berimajinasi.
Nah ini yang kadang suka kita lupakan. Setiap orang pasti pernah berimajinasi. Tapi tidak semua orang mendokumentasikan imajinasinya Buat seorang penulis fiksi, kegiatan berimajinasi mutlak harus dilakukan. Tapi bukan berarti seorang penulis ilmiah atau non fiksi harus mengabaikan kebiasaan yang satu ini. Berimajinasi adalah kegiatan yang menyenangkan, karena pastinya kita sebagai ’sutradara’ bisa sesuka hati membuat ’skenario’. Dan jangan lupa, berimajinasi lalu ditulis, kalo tidak ya sama juga bo’ong
6. Blogging.
Yang terakhir ini yang paling menarik
Di dalam aktivitas blogging pastinya kita menulis, diskusi dan berimajinasi.
Menulis ? sudah pasti, gak mungkin gak ada tulisan.
Diskusi ? selalu ada ruang untuk diskusi, terutama kalau kita posting tema yang menarik atau menimbulkan kontroversi.
Berimajinasi ? yup, minimal kita penasaran, mereka-reka kayak apa sih sang pemilik blog yang kita kunjungi, bener khan ?
Itulah beberapa kebiasaan yang kiranya bisa memberi dukungan kita dalam kegiatan menulis. Dan seperti biasa, ada yang ingin menambahkan ?